Senin, 08 Agustus 2011

Nama Toraja


Berdasarkan karya N. Adriani, A. C.Kruyit, H. Van der ven, dan Antropolog-angtropolog, Linguis, serta Etnolog lainnya dari barat, Toraja dilokalisasi di Sulawesi bagian Tengah. Daerah pesisir Sulawesi Selatan dan tengah pada umumnya dihuni oleh orang bugis, ketika peneliti-peneliti Barat tiba, mereka mendengar dari orang bugis bahwa Penghuni pedalaman, dalam hal ini daerah pegunungan, adalah “Orang Toraja”. Mereka dinamakan To Ri-aja; To= Tau= Orang; Ri-aja= di (dari) atas; jadi, Toraja adalah Orang-orang dari atas yang bermukim di Pegunungan, orang-orang gunung. Penamaan demikian adalah tepat, tidak ada salahnya. Namun, dalam pemakaiannya nama itu mendapat konotasi negatif, semacam “Orang terbelakang”, “Primitif”. A.C.KRUYIT. menerapkan pembedaan lebih jauh, dengan membedakan (antara lain) Toraja Barat, Timur, dan Selatan. Dewasa ini, pembedaan ini tidak diterima lagi. Pengertian “Toraja” sudah di tolak, bnd. Priyanti Pakan, “Orang Toraja: Identifikasi, Klasifikasi, dan Lokasi”, Berita antropologi 9/32-33 (September-Desember 1977) 31-49. Berlawanan dengan konotasi negatif di atas, mereka yang disebut A.C.KRUYIT “Orang Toraja Selatan”, justru menerima penamaan itu. Bahkan menamakan diri “Toraja”, sekalipun baru Zendinglah dan kemudian Gereja Toraja yang memberi makna kepada Konsepsi Toraja itu. Kini “Toraja” adalah mereka yang dahulu disebut “Orang Toraja Selatan”, yaitu penghuni Kabupaten Tana Toraja, Massendrengpulu’ Luwu’, Polewali, Mamasa, dan mandar (Bnd. Priyanti Pakan, o.c.). Pesisir Timur dihuni oleh To Luwu (Orang Luwu’, penghuni Luwu’), yang secara Etnis dan Lingustis termasuk kelompok Toraja, tetapi mayoritas orang Luwu’ menganut agama Islam dan sudah sejak lama berada di bawah pengaruh Bugis dari Selatan. H.M. Sanusi Dg. Mattata dalam Bukunya Luwu’ Dalam Revolusi, (Makassar 1967), Halm. 23, menulis bahwa Bahasa Bugis dan Toraja merupakan Bahasa Komunikasi; diman-mana di Luwu’ bahasa Toraja bisa dipergunakan, sekalipun dengan aksen dan dialek yang berbeda-beda. Sebaliknya bahasa Bugis hanya di gunakan oleh kelompok-kelompok tertentu, terutama mereka yang asli Bugis. Orang Luwu’ (To Luwu), sudah sejak dahulu kala menyebut penghuni-penghuni pegunungan (Orang-orang Gunung) di sebelah barat “Toraja” (To Ri-aja), bnd. Priyanti Pakan, o.c. jadi, nama “Toraja” itu merupakan pengertian Geografis. Dewasa ini, orang Toraja di Makassar, bila mudik ke Toraja, mengatakan: “Kita berangkat ke atas”; dan bila mereka turun dari Toraja, mereka katakan : “Kami datang dari atas”.
Namun, untuk pemahaman lebih lanjut, ada tiga sudut pandang yang penting :

  1. Linguistis : Maraya atau Maraja, turun dari kata Raya atau Raja, yang berarti “Mulia”; to maraya atau to maraja berarti “Yang sangat mulia”; padananya dalam Bahasa Indonesia “Maharaja” (Raja Mulia, Raja di Raja); Pakaraya berarti : memuliakan, memuji.
  2. Histori : Disebelah barat Luwu’ dimana dataran Pantai yang sempit beralih menjadi daerah pegunungan, terdapa wilaya yang bernama Raja. Daerah ini terletak di “Basse Sangtempe”, yang pernah memainkan peran besar dalam sejarah Luwu’. Sanggalangi (Seorang Pahlawan) menolong Datu (Raja) Luwu’ dalam pertikaian dengan Bone, lalu sebagai tanda terima kasih, Datu Luwu’ dan Sanggalangi’ mengadakan perjanjian dengan nama “Basse Sangtempe’”. Wilaya ini sering pula diberi nama “Nasipi Batu Batoa”, karena iya terletak antara dua batu (kekuatan), yaitu Luwu’ dan Sangalla; Ma’ Tau Sangalla’, dan Ma’ Tana Luwu’, artinya : “Orangnya dari Sangalla dan Tanahnya adalah Luwu’”.
  3. Geografis : Di Basse Sangtempe’ (kini satu Kecamatan) terletak teritorium yang namanya Raja. Bisa saja orang Luwu’ telah menggunakan “Toraja” sebagai penamaan terhadap orang-orang yang datang dari raja sebagai satu daerah, tetapi dapat juga berarti: orang yang datang dari “atas”. Di Tana Toraja para penghuni dari Raja dengan sendirinya disebut To Raja; To (Tau) Lo’ mai (Lau’ Mai) Raja,  artinya Orang dari Raja yang ada di bagian Selatan. Disebelah Selatan Toraja, di Kabupaten Enrekang, ada Kecamatan yang bernama Anggeraja, artinya: “Sampai disini Raja, batas Raja”. 

Sumber : "Injil dan Tongkonan" DR.T.Kobong

Tidak ada komentar: