Jumat, 12 Agustus 2011

Longko’-Siri : Menyangkut Harga Diri


Harga diri orang Toraja diuangkapkan melalui Longko’ atau Siri’, malu. Semua nilai harus dikerjar dalam ikatan “Aluk Sola Pemali” (ASP). Berbuat sesuatu di luar ketentuan ASP, membawa Siri’ dan Longko’ bagi seseorang dan sekaligus bagi persekutuan, teristimewa bagi kaum kerabat. Oleh sebab itu seseorang selalu berusaha untuk tidak mempermalukan keluarga/persekutuan karena dengan sendirinya juga ia ikut dipermalukan. Orang Toraja sangat peka dengan harga dirinya dan oleh sebab itu akan berusaha dalam tindakan-tindakannya, tutur bahasanya dan sikapnya untuk tidak dipermalukan atau mempermalukan.
Harga diri dalam hubungan Longko’ dan Siri’.
  • Longko’-malongkok, Siri’-Masiri’, menyangkut harga diri. Antara Longko’ dan Siri’ ada perbedaan dan persamaan dan oleh sebab itu tidak boleh dipisahkan. Longko’ yang artina keseganan, penghormatan tetapi kurang kongkrit, ada semacam kecenderungan untuk pencegahan; Natokonna’ Longko’ku, kupokadai manii na tae’ nasusi to. Dikalongko= disegani, di hargai.
  • Siri’ menampilkan realitas kongkrit, semacam bagian dari Longko’ yang menjelma menjadi siri’, misalnya : ada perbuatan Ma’pangan Buni yang kongkrit itu adalah Siri’ dan bukan lagi Longko’ siri’ lebih nyata (kongkrit) dari longko’. Siri’ adalah perkara malu, memalukan, mempermalukan, Todikasiri’ jang bersikap sembarangan terhadapnya. Dalam hubungan dengan longko’ dan siri’ ini, maka muncullah pengertian longko’ yang lain yaitu tenggang rasa. Longko’ adalah sikap orang Toraja yang sangat menonjol yang dimotivasi oleh perasaan takut menyinggung perasaan orang lain, sebagaimana kita sendiri tidak ingin tersinggung atau disinggung. Perasaan inilah yang menyebabkan orang tidak berani berterus terang. Longko’ pun ikut diwarnai oleh nilai-nilai hidup lainnya, dengan tujuan agar kita disukai semua orang (Anna pokada meloki’ tau), atau setidaknya agar jangan kita dinilai orang secara negatif (anna da’na pokada boko’ki tau, (agar kita jangan menjadi buah birbir orang.

Sikap hidup yang yang dihantui oleh longko’ dan siri’ (harga diri) menjadi tidak tegas. Terlalu banyak yang diungkapkan secara samar-samar, atau dalam bentuk teka-teki, sehingga kita membutuhkan  tafsiran-tafsiran. “Ma’basa Toraya” bukan sekedar memakai bahasa Toraja, tetapi itu berarti mengungkapkan suatu dengan gaya Toraja yang samar-samar, yang tidak berani berterus terang untuk menghidari ketersinggungan.

Tidak ada komentar: