Konon di kala langit dan bumi masih menyatu (Silopak) daratan luas belum kelihatan, gunung-gunung dan sungai-sungai belum tampak. Tetapi waktu langit dan bumi berpisah, bumi di bawah dan langit di atas saling menatap dari jauh, maka tampaklah daratan luas serta sungai-sungai, lahirlah anak “Langit dan Bumi Kembar Tiga” (Titanan Tallu), subur pertumbuhannya serta di beri Nama: Pong Tulakpadang, Pong Banggairante, Gauntikembong.
Ini berarti, unsur-unsur lain lahir sesudah perpisahan dari kesatuan antara langit dan bumi. Ketiga dewasa tersebut mengadakan (Kombong Kalua’), musyawarah, lalu menciptakan matahari, bulan dan bintang-bintang.
Pong Tulakpadang turun ke dunia bawah dan Pong Banggirante turun ke bumi dan menikah di sana dengan Tallo’ Mangkakalena. Dari pernikahan ini lahirlah delapan mahluk mistis : Saripibulaan, Puang Radeng, Timbayokila’, Pong Tulangdenna, Tandiminanga, Pong Lalondong, Indo’ Pare’-pare’, Indo’ Samadenna. Saripibulaan pergi ke pinggir langit, Puang Radeng ke sudut langit, Tobayokila’ masuk ke dalam gunung batu, Pong Tulangdenna masuk ke dalam sungai, Tandiminanga masuk ke dalam lautan luas, Pong Lalondong masuk ke dunia arwah-arwah, Indo’ pare-pare dan Indo’ Samadenna, sebagaimana yang diceritakan kepada kita, yang satu mencoba merampas pemintal emas dari tangan yang lain, laluy Indo’ Pare’-pare’ Lari ke Matahari, sedangkan Indo’ Samadenna pergi ke Bulan. Inilah yang menjadi dewa-dewa kecil atau dewa lokal. Bulan menjadi tempat tinggal mereka.
Dewa yang ketiga, Gaun Tikembong, naik ke atas pusat cakrawala. Di sana ia tinggal sendirian. Ia mengambil tulang rusuknya yang mengambang dan lihat!, dari padanya lahirlah Usuk Sangbamban, “Penampilannya kuat dan bentuknya berkembang baik”. Usuk Sangbamban menikah dengan Simbolongmanik, yang keluar dari batu sesudah persyaratan-persyaratannya dipenuhi. Dari pernikahan inilah lahir Puang Matua. Ia menikah denan Arrangdibatu menurut syarat-syarat yang sama seperti Usuk Sangbamban. Tetapi dari pernikahan tidak ada keturunan.
Atas dorongan Arrangdibatu, Puang matua pergi ke sebelah barat untuk mengambil emas murni, tetapi tidak berhasil menemukannya. Atas instruksi Arrangdibatu, Puang Matua kembali pergi untuk kedua kalinya dan menemukan emas itu. Puang Matua kembali ke pusat cakrawala, lalu dia memikirkan langkah berikutnya bersama Arrangdibatu. Ia membuat Gumbang dari tanah. Lalu memasukkan emas murni dari barat ke dalam gumbang. Sesudah itu ia membuat puputan kembar, kemudian emas murni itu di tuang ke dalamnya. Penciptaan pun bisa dimulai. Dari puputan kembar itu muncul depalan mahluk. Nama-nama kedelapan mahluk tersebut adalah :
- Datu Laukku’, nama lain adalah Datu Baine (ratu), nenek moyang manusia, hanya nenek moyang manusia inilah yang mempunyai bentuk Insani.
- Allo Tiranda, nenek pohon ipuh.
- Laungku, ayah kapas.
- Pong Pirik-pirik, ayah hujan.
- Menturiri, nenek moyang ayam.
- Manturini, nenek moyang kerbau.
- Riako’ ayah besi.
- Takkebuku, nenek moyang padi.
Debu dari bilangan lengkap ini (delapan) dihamburkan oleh Puang Matua ke lembah yang landai. Setelah lewat jumlah malam yang lengkap, tumbulah bermacam pohon dan tanaman. Maka menikalah dan bersatulah nenek moyang illahi kita, Datulaukku’ dengan Bonggalangi’na di pepohonan.
Sesudah beberapa waktu, puang matua dan arrangdibatu melihat bahwa makhluk-makhluk yang berbentuk manusia masih langkah di pusat cakrawala. To Kaubana dan Sulo Tarongko Malia memperhatikan bahwa masih sangat sedikit yang lengkap anggota tubuhnya. Lalu Puang Matua pergi lagi kesebelah barat untuk mengambil emas murni untuk penciptaan yang pertama.
Enam makhluk lahir dari puputan kembar itu: Pande Manarang (Tukang membangun rumah; modern : arsitek), Pande Paliuk (Orang Pintar; luar biasa), Pande Paita (Ahli melihat masa depan), Pande Patanga (Ahli perencana; ahli pikir), Pande Nunu (Pengamat yang cermat), Kambuno Langi’ (Payung Langit; Payung yang melindungi dari sinar matahari). Abu dari makhluk-makhluk yang muncul dari puputan ini dihamburkan ke arah puncak langit (utara) dan sejak itu tumbuhlah di sana dengan pohon-pohon dengan tujuh dahan dan tujuh daun.
Ketika itu puang matua membuat perjalanan panjang ke arah barat untuk ketiga kalianya mendapatkan emas murni. Dari penciptaan ketiga lahirlah dua makhluk, yaitu Datu Mangkamma’ dan Karaeng Ma’loko-loko. Setelah seluruh penciptaan dianggap lengkap, Puang Matua menciptakan tata tertib, peraturan-peraturan, dan larangan-larangan untuk semua bidang kehidupan dan semua kenyataan. Kita tidak boleh melupakan bahwa sampai di sini semuanya masih terjadi di langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar