Sabtu, 13 Agustus 2011

Mahluk-mahluk dan Kekuatan yang diyakini Supernatural


Dalam religi-religi yang telah dipelajari secara komparatif dalam antropologi budaya, terdapat kerangka pemikiran mengenai adanya kekuatan-kekiatan yang diyakini oleh manusia sebagai kekuatan yang lebih unggul dari manusia. Kadang-kadang kekuatan-kekuatan itu dipersonifikasikan, tetapi ada juga religi yang tidak terlalu memberi tekanan kepada personofikasi dan kekuatan supernatural itu.
Dalam antropologi dikatan bahwa kekuatan itu bersifat supernatural, berhubung sifat-sifatnya dipercaya sebagai sifat-sifat yang jauh melebihi kekuatan manusia, yang malahan menguasai hidup dan matinya manusia. Kalau manusia hakekatnya bersifat sementara, maka kekuatan supernu beatural itu bersifat abadi; kalau manusia lemah, maka kekuatan supernatural itu bersifat unggul dan berkuasa. Hal yang telah di catat mengenai kepercayaan kelompok lain di bumi ini, juga dapat dilihat pada Aluk Todolo. Dalam religi ini terdapat juga kerangka pemikiran mengenai kekuatan-kekuatan, roh-roh yang banyak diantaranya dipersonifikasikan, yang menghuni benda-benda alam seperti gunung, laut, batu, dan Sungai.
Mahluk halus itu dalam bahasa Sa’dan dinamakan Deata atau Setang. Matahari, Bintang, Awan adalah juga tempat dimana dewa-dewa bersemayam. Ada tiga lapisan menurut religi ini, yaitu dunia atas atau langit, dunia tengah dan dunia bawah. Di langit bersemayamlah Dewa yang paling penting yaitu Puang Matua, bersama dengan dewa-dewa yang bersemayam di Matahari, Bintang, Bulan.
Di berbagai tempat di bumi menurut Aluk Todolo, terdapat juga para dewa, yang menguasai atau menjaga gunung, batu, sungai di setiap daerah. Di dunia bawah berkuasa dewa yang bernama Pong Tulak Padang, yang dipercaya sebagai penopang dunia tengah.
Diantara para Deata itu, Puang Matua tetap memegang peran utama. Seperti yang kelihatan dari kutipan mengenai mitos tentang terjadinya alam semesta, gagasannya adalah dialah yang menjadikan manusia dan hal-hal lainnya. Namun dewa-dewa yang lain juga berkuasa, kekuasaan para dewa itu terbatas kepada hal-hal tertentu yang menjadi bidang wewenang dan penguasaannya. Para dewa itu juga harus di hormati melalui upacara persembahan. Disamping para dewa, harus juga dihormati melalui persembahan, para arwah dari leluhur. Arwah dari leluhur itu, ada yang telah menjadi Deata juga, telah naik ke langit dan menggabungkan diri dengan para Deata lain. Itulah yang dinamakan To Membali Puang (“Yang sudah berubah menjadi Dewa”).
Sebagaian dari arwah leluhur itu, yaitu mereka yang upacara penguburannya belum diselesaikan selengkapnya, berada di negeri Puya atau Negeri para Bombo (Jiwa Orang Mati), negeri yang terletak di sebelah Selatan Tana Toraja.
Secara umum di gunakan istilah to dolo atau to matua untuk arwah leluhur orang itu “orang tua”,”orang dulu”. Para leluhur itu mempunyaa tugas untuk memperhatikan apa yang dilakukan oleh turunannya. Khususnya memperhatikan apakah turunannya mengikuti aluk atau tidak.
Sebagian dari to dolo atau arwah dari para leluhur, atau mereka yang telah meninggal dunia, naik ke langit dan menjadi benda-benda di langit atau menjadi deata. Ada juga kepercayaan bahwa itu turut memberi restu kepada manusia karena mereka turun ke bumi sebagai embun pagi.
Sebagian dari arwah leluhur tidak akan menjadi dewa; arwah itu dipercaya tinggal di negeri Puya, dan di Puya para arwah itu mempunyai cara hidup yang menggambarkan sama dengan cara hidup di dunia.
Menurut kepercayaan aluk to dolo, para to dolo mempunyai pengaruh yang besar terhadap keturunannya dan manusia pada umumnya, sehingga tindakan-tindakan manusia pada yang hidup perlu disesuaikan dengan kemauan to dolo, supaya manusia tetap sejahtera dan aman. Berbagai larangan, pemali, harus diindahkan dan aluk harus diikuti.
Di samping arwah dan deata itu, dipercaya juga bahwa arwah orang meninggal (bombo to mate, jiwa dalam arti tertentu), yang tidak diberi perlakuan yang sewajarnya, atau yang belum selesai upacara penguburannya, berkeliaran sekitar rumah asalnya, kampung asalnya dan dapat mendatangkan hal-hal buruk bagi manusia.
Demikianlah gagasan dan persinifikasi dari kekuatan yang bersifat atas alamiah pada aluk to dolo. Dari gagasan ini dapat dilihat bahwa manusia dianggap sebagai mahluk yang nasibnya sangat tergantung dari aoa yang digambarkannya sebagai kesenangan dari para kekuatan-kekuatan tersebut dan hanya bila manusia menuruti jalan-jalan yang telah digariskan dan mengelakkan hal-hal yang telah dilarang, yang semuanya dianggap sebagai perintah asal dari kekuatan itu, maka barulah manusia dapat hidup sejahtera. Sebaiknya bila manusia dirundung malang, bencana alam, maka disimpilkan dari hal itu bahwa ada di antara manusia yang telah melanggar Pemali, yang tidak berlaku menurut garis-garis yang ditentukan oleh kepercayaan.
Perkataan deata itu sendiri mempunyai arti yang tidak hanya disosialisasikan dengan dewa dalam arti yang sering kali kita kenal, yaitu mahluk yang bukan alamiah yang mempunyai personifikasi di luar yang manusiawi. Itu hanya salah satu arti dari Deata. Arti lain adalah juga Jiwa, seperti misalnya jiwa dari manusia, yaitu esensi dari kehidupan yang ada pada manusia.

Tidak ada komentar: