Minggu, 28 Agustus 2011

Aluk Sanda Saratu'

To Manurun atau orang yang diturunkan dari kayangan. Setelah berlangsung beberapa generasi dimana manusia mulai berkembang dengan diiringi oleh terbentuknya Lembang baru. Hal ini mulai menimbulkan persaingan dan pertikaian antar kelompok. Karena Aluk Sanda Pitunna hanya mengatur intern kelompok, maka tidak dapat lagi mengatur hubungan antar Lembang. Maka oleh dewa diturunkanlah Aluk Sanda Saratu aturan serba seratus yang mengatur hubungan antar komunitas atau antar lembang. Prinsip dasar adalah persatuan dan kesatuan dengan motto “Misa Kada Dipotuo Pantan Kada Dipomate.” Strategi sebagai pintu masuk adalah dengan pengembangan sejarah dan ikatan silsilah kekeluargaan antar Tongkonan yang menggambarkan kesatuan asal keturunan dan persamaan nasib. Seluruh wilayah permukiman To Lembang dikoordinir dalam satu kesatuan yang dinamakan Tondok Lepongan Bulan Tana Matari AlloDibentuk Forum Koordinasi yang mengatur tata hubungan antar lembang dan penyelesaian sengketa antar Lembang yang dinamakan Kombongan Kalua Sang Lepongan Bulan.
Aturan tersebut tidak dapat berjalan karena tidak ada yang menjalankan atau tidak ada satupun dari Lembang yang ada dan mampu mengkoordinir. Oleh karena itu diturunkanlah dari langit Puang Tamborolangi dan mendarat di Puncak Gunung Kandora sebagai pelaksana aturan Sanda Saratu. Puang Tamboro Langi inilah yang merupakan nenek moyang raja-raja di Sulawesi khususnya di Selatan, Tengah dan Tenggara.
Apabila dikaji secara mendalam maka makna dari cerita tersebut adalah “bahwa eksistensi raja atau pemimpin di Toraja diturunkan dari khayangan untuk melaksanakan peraturan demi kepentingan masyarakat,” jadi peraturan Sanda Saratu bukan untuk kepentingan raja tetapi untuk kepentingan rakyat dan bila tidak dapat mengemban tugas, maka raja diturunkan oleh dewa melalui Kombongan Kalua. Kombongan Kalua sebagai alat dari Dewa berarti suara rakyat peserta kombongan diindentikkan dengan suara Dewa atau dengan kata lain adalah dewa dan keputusan Kombongan Titah Dewa.
Upaya dan proses perkembangan tersebut di atas dimana komunitas dengan kelembagaan adatnya yang terbangun dari dan oleh mereka sendiri melalui musyawarah menciptakan suatu organisasi yang dinamis, mapan dan dapat menghadapi perubahan-perubahan.
Berasal dari sejarah asal-usul dan tradisi setempat dimana proses waktu serta dinamika pola interaksi sosial antar anggota komunitas serta dengan alam lingkungannya menghasilkan berbagai keragaman komunitas. Keragaman budaya, sistem pemerintahan, sistem hukum serta kearifan tradisional sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut di atas. Dapat dipahami bila sebelum Pemerintahan Kolonial didapati berbagai ragam komunitas-komunitas yang berdaulat. Keragaman dalam tradisi, sejarah, adat-istiadat sistem pemerintahan merupakan kekayaan budaya bangsa yang diakui melalui semboyan “Bhinneka Tunggal Ika.” Di Toraja Komunitas Lembang diikat melalui semboyan “Misa Kada Dipotuo Pantan Kada di Pomate Lan Lilina Lepongan Bulan Tana Matari Allo.”

Tidak ada komentar: