Di Tana Toraja, ide To Manurun, mitos yang menceritakan seseorang yang turun dari langit ke puncak-puncak gunung dan menjadi para penguasa lokal, Toraja Tomanurun selalu dipasangkan dengan satu pasangan dengan sama hal-hal yang gaib, seorang wanita yang bangkit ke luar dari suatu kolam/sungai. Kesu mengklaim To Manurun Manurun Di Langi’ adalah nenek moyang yang paling penting, sementara di Tallu Lembangna, Tamboro Langi' (Toma’ Banua ditoke’, Toma’ Tondok dianginni) lebih penting. Bagaimanapun bangsawan-bangsawan dari kedua area ini telah mengklaim bahwa Tomanurun mereka adalah pusat pemerintahan. Mereka tidak sependapat jika ada yang mengatakan bahwa To Manurun berasal dari bagian barat (Ullin).
Salah satu perbedaan yang spesifik adalah tempat dimana pertama kali Tamboro Langi’ diturunkan. Menurut tradisi-tradisi bagian barat, ia turun di Ullin, suatu puncak di daerah Banga, dan membangun rumah di sana dengan istrinya, Sanda Bilik, yang muncul dari pertemuan sungai Sa'dan dan sungai Saluputti. Ullin juga dihubungkan dengan deata, yang dikatakan berkumpul ke sana tiap-tiap tahun setelah panenan.
Bangsawan di Tallu Lembangna, bagaimanapun, cenderung untuk mengaku Tamboro Langi’ tidak diturunkan di Ullin, tapi di Kandora. Beberapa versi mengatakan ia kemudian pindah ke Ullin, dan yang lain bahwa ia hanya di Kandora dan tidak pernah pergi ke barat sama sekali.
Tongkonan Layuk pada tiap area mempunyai kisah – kisah sendiri tentang para nenek moyang dan kejadian-kejadian hal-hal yang gaib. Contoh-contoh yang berikut dikumpulkan di daerah Saluputti, terutama Malimbong. Ullin membentuk suatu segi tiga dengan dua gunung yang lain mencapai puncak yang kelihatan dari Malimbong: Sado'ko' dan Messila. Di samping Tamboro Langi' dari Ullin, nenek moyang penting di silsilah-silsilah Saluputti adalah Gonggang Sado'ko', yang turun di Sado'ko' dan menikah dengan wanita yang muncul dari kolam yang bernama Marrin di Liku. Dalam sebuah cerita Gonggang diklaim sebagai manusia yang pertama di atas bumi di Toraja bagian barat, dan memiliki enam belas anak-anak, sebagian memiliki nama-nama dari dewata-dewata dalam versi Toraja. Alm. Mangesa mantan Kepala Desa Malimbong (1965-71), yang mengakui dirinya keturunan generasi yang ke sebelas dari Gonggang, menurutnya karna memelihara kekuatan supranaturalnya, sehingga Gonggang masih hidup pada waktu invasi Arung Palakka. Tetapi di dalam silsilah-silsilah dari beberapa orang di Ullin, ia bukan To Manurun, tetapi sebagai cucu laki-laki Tamboro Langi'. Gunung yang ketiga, Messila, juga dihubungkan dengan Tomanurun, Kila' Ta'pa ri Ba'tang. {Menurut silsilah mereka yang berasal dari Lion, Rorre dan Lemo, Makale Utara, Puang Kila’ Ta’pa Ri Batang menikah dengan Marring di Liku dan memiliki 4 orang anak masing-masing Sadodo’na’, Batotoi Langi’, Pulio dan Palandangan. Palandangan lalu menikah dengan Batan di Lomben melahirkan Arung (Pangala Tondok di Rorre), Para (Pangala Tondok di Lemo) dan Lembu’bu’ yang kemudian menikah dengan Patantan dan melahirkan Saarongre yang menjadi Pangala Tondok di Lion Tondok Iring.}
Hanya sedikit yang diketahui tentang Tomanurun ini, tetapi menurut Isaak Tandirerung, mantan Camat dari Ulusalu, ia turun agak belakangan dibanding Tamboro Langi'. Ia menikah dengan seorang wanita kolam dan membangun rumah di Messila (yang tidak lagi ada), dan keturunan-keturunannya kemudian mendirikan Tongkonan Pattan, Tongkonan Layuk di Ulusalu, dari mana Isaak berasal.
Di desa Malimbong pada waktu dari ambil alih Belanda, ada dua Tongkonan Layuk yang bersaing mana yang paling utama, Pasang dan Pokko', dekat Sawangan. Silsilah Pasang memulai dengan Gonggang Sado'ko', Pokko dengan nenek moyang yang lain yaitu Pa'doran. Keturunan-keturunan dua Tongkonan ini cenderung untuk memperbesar pentingnya nenek moyang mereka sendiri, selagi menertawakan kisah-kisah tentang yang lain. Pa'doran dikatakan dilahirkan dua generasi setelah Gonggang, tetapi juga memimpin pasukan Gonggang di dalam peperangan melawan terhadap Bone. Ia bukan to manurun, tetapi to mendeata, karena ia telah menerima kuasa-kuasa dari deata dalam mimpi. Ia bisa berjalan beberapa mil-mil di dalam suatu langkah dan mempunyai kekuatan supranatural. Jika ia berdiri di Sado'ko', ia bisa menjangkau Messila di dalam suatu langkah, dan dengan langkah ketiga berada di Ullin.
Beberapa cerita tentang Pa'doran dihubungkan dengan fitur lokal dari daerah sekitarnya. Segala hal yang ia katakan akan terjadi. Ketika ia berkata, "Kerbauku adalah besar", dengan segera menjadi mahabesar, dan ketika ia berkata, "Kerbauku akan membuat suatu gunung dengan tanduknya", kerbau mengombang-ambingkan kepalanya dan menanduk dua kerut yang besar dengan tanduknya. Bukit ini kemudian diberi nama disebut Buttu Susu, suatu daerah di Malimbong. Di dalam versi yang lain, tandukan kerbau itu menjadikan Buttu Susu, Bea dan Matande; galiannya membentuk gunung yang disebut Gattungan, dekat Buttu Susu. Pa'doran tidak pernah menikah. Ia benci untuk busuk pada kematian, dan sebagai gantinya ia menyuruh keluarganya untuk membuat suatu keranjang yang khusus untuk dia. Ia lalu memanjat ke dalamnya dan berubah menjadi batu. Keranjang ini masih disimpan di dalam tongkonan Pokko', dan hanya dapat dilihat jika ada upacara sesaji. Penduduk meyakini bahwa ketika satu gemetaran bumi dirasakan di sini, ini berarti bahwa Pa'doran sedang keluar dari keranjang untuk berjalan-jalan, lalu koin yang berderik terdengar di dalam rumah.
Satu lain kepada manurun di Malimbong dihubungkan dengan tongkonan pada Parinding di Sa'tandung. Batotoilangi' (Muncul dari langit) menikahi seorang wanita yang bernama Mandalan i Limbong, yang muncul dari mata air alami, yang sampai sekarang masih digunakan sebagai mata air oleh penduduk desa di Parinding. Mereka mempunyai delapan anak. Suatu hari, Batotoilangi' diserang oleh bau dari pemangangan daging anjing, dan ia pun kembali ke langit, sedang istrinya kembali ke air. Banyak pamali dihubungkan dengan rumah, tidak hanya memakan daging anjing, tetapi juga tikus (tikus ladang dikonsumsi dibeberapa bagian di Toraja), keong-keong, atau daging dari pemakaman. Juga terlarang untuk meludah di lokasi rumah. Pasangan pendirian hal ini, menurut penghuni- rumah, hidupsekitar sebelas generasi yang lalu, pada waktu yang sama seperti Gonggang Sado'ko'. Sebelum pergi, Batotoilangi' memberitahu orang-orang bahwa mereka akan tahu ia masih di sekitar ketika mereka mendengar guntur atau ketika hujan. Jika seekor ayam dikorbankan di sini, bahkan di musim kemarau, konon gerimis turun. Ketika pelangi, selalu muncul dengan salah satu ujungnya pada lokasi dari rumah yang asli, meregang diatas pohon banyan yang tumbuh di sampingnya. Jika keturunan-keturunan dari rumah melihat suatu pelangi setelah membuat sesaji, ini berarti bahwa Batotoilangi' dan deata sudah menerimanya. Di masa. lalu, tongkonan memiliki banyak budak berkait dengannya, yang semua tinggal di bukit dimana tongkonan itu berdiri.
Tidak susah untuk melihat bagaimana dongeng ini dan kisah-kisah, silsilah-silsilah dijadikan kekuatan politis dari tongkonan bangsawan, yang dilayani untuk mengangkat dan membenarkan status kebangsawanan mereka. kisah – kisah mistik lebih lanjut ditambahkan pada harta benda/pusaka-pusaka rumah ini (sampai para anggota generasi yang lebih muda menyerah kepada godaan untuk menjual sebagian dari barang – barang kepada penyalur-penyalur seni yang internasional). Apakah para pahlawan mereka adalah manusia nyata, atau apakah kisah-kisah itu diciptakan pertama dan nama-nama yang ditempelkan kemudian di dalam silsilah-silsilah, yang mustahil untuk ditebak. Seperti Pa'doran atau Batotoilangi', sudah sangat melokalisir reputasi-reputasi; yang lain seperti Tamboro Langi' atau Laki Padada, mempunyai suatu ketenaran yang menyebar luas dan dihubungkan dengan banyak tongkonan bersama-sama. Hubungan ini pada waktu tertentu dipertunjukkan dan diperbaharui di dalam upacara-upacara, seperti ketika pada Bulan Januari 1983, diatas 100 kelompok keturunan dari tongkonan yang terkenal pada Nonongan yang dikumpulkan untuk merayakan pembangunan rumah tongkonan. Tidak banyak Toraja dapat melacak koneksi-koneksi pada rumah ini dan pendirinya, Manaek, tetapi maka kaleng keluarga-keluarga yang kerajaan dari Luwu', Goa dan Bone, semua mengutus wakil-wakilnya di upacara itu. Pihak Luwu' bahkan membawa seekor babi yang sangat besar. Melalui kehadirannya, mereka mengakui keturunan mereka dari Laki Padada, seperti juga hubungan mereka melalui perkawinan dengan orang golongan lain dengan kebangsawanan Toraja.
To Manurun = Nenek Moyang yang tidak diketahi asal usulnya sehingga selalu dikatakan berasal dari langit ( ade’ nakua tau )
Sumber http://dualembang.multiply.com/journal/item/16
Salah satu perbedaan yang spesifik adalah tempat dimana pertama kali Tamboro Langi’ diturunkan. Menurut tradisi-tradisi bagian barat, ia turun di Ullin, suatu puncak di daerah Banga, dan membangun rumah di sana dengan istrinya, Sanda Bilik, yang muncul dari pertemuan sungai Sa'dan dan sungai Saluputti. Ullin juga dihubungkan dengan deata, yang dikatakan berkumpul ke sana tiap-tiap tahun setelah panenan.
Bangsawan di Tallu Lembangna, bagaimanapun, cenderung untuk mengaku Tamboro Langi’ tidak diturunkan di Ullin, tapi di Kandora. Beberapa versi mengatakan ia kemudian pindah ke Ullin, dan yang lain bahwa ia hanya di Kandora dan tidak pernah pergi ke barat sama sekali.
Tongkonan Layuk pada tiap area mempunyai kisah – kisah sendiri tentang para nenek moyang dan kejadian-kejadian hal-hal yang gaib. Contoh-contoh yang berikut dikumpulkan di daerah Saluputti, terutama Malimbong. Ullin membentuk suatu segi tiga dengan dua gunung yang lain mencapai puncak yang kelihatan dari Malimbong: Sado'ko' dan Messila. Di samping Tamboro Langi' dari Ullin, nenek moyang penting di silsilah-silsilah Saluputti adalah Gonggang Sado'ko', yang turun di Sado'ko' dan menikah dengan wanita yang muncul dari kolam yang bernama Marrin di Liku. Dalam sebuah cerita Gonggang diklaim sebagai manusia yang pertama di atas bumi di Toraja bagian barat, dan memiliki enam belas anak-anak, sebagian memiliki nama-nama dari dewata-dewata dalam versi Toraja. Alm. Mangesa mantan Kepala Desa Malimbong (1965-71), yang mengakui dirinya keturunan generasi yang ke sebelas dari Gonggang, menurutnya karna memelihara kekuatan supranaturalnya, sehingga Gonggang masih hidup pada waktu invasi Arung Palakka. Tetapi di dalam silsilah-silsilah dari beberapa orang di Ullin, ia bukan To Manurun, tetapi sebagai cucu laki-laki Tamboro Langi'. Gunung yang ketiga, Messila, juga dihubungkan dengan Tomanurun, Kila' Ta'pa ri Ba'tang. {Menurut silsilah mereka yang berasal dari Lion, Rorre dan Lemo, Makale Utara, Puang Kila’ Ta’pa Ri Batang menikah dengan Marring di Liku dan memiliki 4 orang anak masing-masing Sadodo’na’, Batotoi Langi’, Pulio dan Palandangan. Palandangan lalu menikah dengan Batan di Lomben melahirkan Arung (Pangala Tondok di Rorre), Para (Pangala Tondok di Lemo) dan Lembu’bu’ yang kemudian menikah dengan Patantan dan melahirkan Saarongre yang menjadi Pangala Tondok di Lion Tondok Iring.}
Hanya sedikit yang diketahui tentang Tomanurun ini, tetapi menurut Isaak Tandirerung, mantan Camat dari Ulusalu, ia turun agak belakangan dibanding Tamboro Langi'. Ia menikah dengan seorang wanita kolam dan membangun rumah di Messila (yang tidak lagi ada), dan keturunan-keturunannya kemudian mendirikan Tongkonan Pattan, Tongkonan Layuk di Ulusalu, dari mana Isaak berasal.
Di desa Malimbong pada waktu dari ambil alih Belanda, ada dua Tongkonan Layuk yang bersaing mana yang paling utama, Pasang dan Pokko', dekat Sawangan. Silsilah Pasang memulai dengan Gonggang Sado'ko', Pokko dengan nenek moyang yang lain yaitu Pa'doran. Keturunan-keturunan dua Tongkonan ini cenderung untuk memperbesar pentingnya nenek moyang mereka sendiri, selagi menertawakan kisah-kisah tentang yang lain. Pa'doran dikatakan dilahirkan dua generasi setelah Gonggang, tetapi juga memimpin pasukan Gonggang di dalam peperangan melawan terhadap Bone. Ia bukan to manurun, tetapi to mendeata, karena ia telah menerima kuasa-kuasa dari deata dalam mimpi. Ia bisa berjalan beberapa mil-mil di dalam suatu langkah dan mempunyai kekuatan supranatural. Jika ia berdiri di Sado'ko', ia bisa menjangkau Messila di dalam suatu langkah, dan dengan langkah ketiga berada di Ullin.
Beberapa cerita tentang Pa'doran dihubungkan dengan fitur lokal dari daerah sekitarnya. Segala hal yang ia katakan akan terjadi. Ketika ia berkata, "Kerbauku adalah besar", dengan segera menjadi mahabesar, dan ketika ia berkata, "Kerbauku akan membuat suatu gunung dengan tanduknya", kerbau mengombang-ambingkan kepalanya dan menanduk dua kerut yang besar dengan tanduknya. Bukit ini kemudian diberi nama disebut Buttu Susu, suatu daerah di Malimbong. Di dalam versi yang lain, tandukan kerbau itu menjadikan Buttu Susu, Bea dan Matande; galiannya membentuk gunung yang disebut Gattungan, dekat Buttu Susu. Pa'doran tidak pernah menikah. Ia benci untuk busuk pada kematian, dan sebagai gantinya ia menyuruh keluarganya untuk membuat suatu keranjang yang khusus untuk dia. Ia lalu memanjat ke dalamnya dan berubah menjadi batu. Keranjang ini masih disimpan di dalam tongkonan Pokko', dan hanya dapat dilihat jika ada upacara sesaji. Penduduk meyakini bahwa ketika satu gemetaran bumi dirasakan di sini, ini berarti bahwa Pa'doran sedang keluar dari keranjang untuk berjalan-jalan, lalu koin yang berderik terdengar di dalam rumah.
Satu lain kepada manurun di Malimbong dihubungkan dengan tongkonan pada Parinding di Sa'tandung. Batotoilangi' (Muncul dari langit) menikahi seorang wanita yang bernama Mandalan i Limbong, yang muncul dari mata air alami, yang sampai sekarang masih digunakan sebagai mata air oleh penduduk desa di Parinding. Mereka mempunyai delapan anak. Suatu hari, Batotoilangi' diserang oleh bau dari pemangangan daging anjing, dan ia pun kembali ke langit, sedang istrinya kembali ke air. Banyak pamali dihubungkan dengan rumah, tidak hanya memakan daging anjing, tetapi juga tikus (tikus ladang dikonsumsi dibeberapa bagian di Toraja), keong-keong, atau daging dari pemakaman. Juga terlarang untuk meludah di lokasi rumah. Pasangan pendirian hal ini, menurut penghuni- rumah, hidupsekitar sebelas generasi yang lalu, pada waktu yang sama seperti Gonggang Sado'ko'. Sebelum pergi, Batotoilangi' memberitahu orang-orang bahwa mereka akan tahu ia masih di sekitar ketika mereka mendengar guntur atau ketika hujan. Jika seekor ayam dikorbankan di sini, bahkan di musim kemarau, konon gerimis turun. Ketika pelangi, selalu muncul dengan salah satu ujungnya pada lokasi dari rumah yang asli, meregang diatas pohon banyan yang tumbuh di sampingnya. Jika keturunan-keturunan dari rumah melihat suatu pelangi setelah membuat sesaji, ini berarti bahwa Batotoilangi' dan deata sudah menerimanya. Di masa. lalu, tongkonan memiliki banyak budak berkait dengannya, yang semua tinggal di bukit dimana tongkonan itu berdiri.
Tidak susah untuk melihat bagaimana dongeng ini dan kisah-kisah, silsilah-silsilah dijadikan kekuatan politis dari tongkonan bangsawan, yang dilayani untuk mengangkat dan membenarkan status kebangsawanan mereka. kisah – kisah mistik lebih lanjut ditambahkan pada harta benda/pusaka-pusaka rumah ini (sampai para anggota generasi yang lebih muda menyerah kepada godaan untuk menjual sebagian dari barang – barang kepada penyalur-penyalur seni yang internasional). Apakah para pahlawan mereka adalah manusia nyata, atau apakah kisah-kisah itu diciptakan pertama dan nama-nama yang ditempelkan kemudian di dalam silsilah-silsilah, yang mustahil untuk ditebak. Seperti Pa'doran atau Batotoilangi', sudah sangat melokalisir reputasi-reputasi; yang lain seperti Tamboro Langi' atau Laki Padada, mempunyai suatu ketenaran yang menyebar luas dan dihubungkan dengan banyak tongkonan bersama-sama. Hubungan ini pada waktu tertentu dipertunjukkan dan diperbaharui di dalam upacara-upacara, seperti ketika pada Bulan Januari 1983, diatas 100 kelompok keturunan dari tongkonan yang terkenal pada Nonongan yang dikumpulkan untuk merayakan pembangunan rumah tongkonan. Tidak banyak Toraja dapat melacak koneksi-koneksi pada rumah ini dan pendirinya, Manaek, tetapi maka kaleng keluarga-keluarga yang kerajaan dari Luwu', Goa dan Bone, semua mengutus wakil-wakilnya di upacara itu. Pihak Luwu' bahkan membawa seekor babi yang sangat besar. Melalui kehadirannya, mereka mengakui keturunan mereka dari Laki Padada, seperti juga hubungan mereka melalui perkawinan dengan orang golongan lain dengan kebangsawanan Toraja.
To Manurun = Nenek Moyang yang tidak diketahi asal usulnya sehingga selalu dikatakan berasal dari langit ( ade’ nakua tau )
Sumber http://dualembang.multiply.com/journal/item/16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar