Lemo terletak kurang lebih 1km dari jalan utama Makale Rantepao. Di tempat ini jenazah dimakamkan pada dinding terjal di dalam batu-batu karang. Liang batu ini dipahat di dalam batu-batu karang yang tingginya karang berpuluh meter di atas tanah. Kenyataan inilah yang memberi inspirasi kepada Prof. Dr. J.H. Van Derveen, seorang ahli bahasa dan kebudayaan Toraja untuk menamakan kuburan semacam ini dengan sebutan Hanging Grave artinya kuburan tergantung karena kuburan-kuburan itu menjulang tinggi seolah-olah tergantung di udara. Liang batu jenis ini tersebar di desa-desa di seluruh Tana Toraja.
Untuk menaikkan jenazah sampai di pintu liang digunakan tangga dari bambu betung yang disambung-sambung. Selesai pemakaman tangga dibongkar kembali. Di lain tempat di daerah ini orang menggunakan cara berbeda. Dengan menggunakan tali-tali kulit kerbau yang sudah dikeringkan, jenazah bersama dengan empat orang yang akan menguburkan jenazah diulur dari atas puncak gunung batu ke bawah sampai di pintu liang batu.
Mengapa orang-orang Toraja menguburkan jenazah di atas gunung batu terjal dan tinggi yang sulit dijangkau? Apakah tradisi semacam ini sudah terjadi sejak zaman purba? Sebenarnya tidak. Di zaman purba orang Toraja menguburkan jenazah di dalam liang kayu yang disebut erong atau duni. Tradisi menguburkan jenazah ke dalam liang-liang batu yang tinggi baru dilaksanakan di sekitar permulaan abad 19, demikian Dr. C. Salombe, seorang putra dari daerah itu yang mencapai gelar doktor bahasa di Universitas Indonesia tahun 1978.
Di dalam bukunya ”The Torajanese and their rites, in memorium So’ Rinding Puang Sangalla” mengatakan bahwa ketika terjadi penyerangan orang-orang luar ke daerah itu maka mereka tak segan-segan merampok benda-benda berharga yang dimasukkan bersama jenazah ke dalam liang erong yang hanya ditempatkan di gua-gua ciptaan alam di kaki gunung batu. Untuk menjawab tantangan ni rupanya orang Toraja mulai memahat liangliang leluhur pada dinding batu
Pada masa sekarang ini hampir dapat dihitung dengan jari, jenazah yang dikuburkan di liang batu. Dengan berkembang pesatnya agama monoteisme dibarengi engan pesatnya perkembangan pendidikan maka dalam waktu 40 tahun terakhir di mana-mana hampir terlihat jenazah dikuburkan di dalam tanah. Namun demikian bagi keluarga yang mampu, mereka membangun kuburan Patane suatu kuburan keluarga yang terbuat dari beton.
Salah satu dari sekian banyak objek wisata yang menarik adalah Londa yang letaknya di desa Tikunna Malenong, 5km dari kota Rantepao. Londa merupakan sebuah kuburan alam berupa gua-gua batu di kaki gunung. Di dalam gua itulah diletakkan jenazah-jenazah dalam sebuah peti yang disebut erong atau duni. Erong adalah semacam peti mati yang tebuat dari kayu keras dan kuat. Bagian luar erong ditatah dengan ukiran yang indah. Di antara motif-motif ukiran yang terdapat pada erong terdapat motif yang tidak lagi dipakai pada ukiran rumah adat dan lumbung padi di Toraja misalnya ragam hias ular naga.
Sebelum memasuki gua-gua alam, sedikit di atas gua terdapat jajaran patung yang disebut tau-tau yang dibuat dari kayu nangka agar dapat bertahan lama. Tau-tau ini merupakan duplikat dari jenazah yang dimakamkan. Dengan menghitung berapa jumlah tau-tau yang ada, dapat diketahui berapa jenazah yang dimakamkan dalam liang.
Bila memasuki gua lebih dalam, dapat dilihat erong-erong yang diletakkan begitu saja. Untuk membedakan erong mana yang telah tua dapat dilihat dari warnanya. Erong yang berwarna hitam adalah erong yang diletakkan ketika mereka masih menganut animisme dan erong yang berwarna kecoklatan adalah erong yang diletakkan setelah masuknya agama Kristen. Jadi umurnya tidak setua erong yang berwarna hitam. Tapi ada erong yang telah hancur sehingga kerangka-kerangka manusia berserakan di dalam gua itu
Selain itu ada Palawa, perkampungan asli Toraja yang menawan, Objek wisata ini terletak 10km dari kota Rantepao, merupakan sebuah perkampungan asli masyarakat Toraja yang masih terpelihara baik. Deretan rumah-rumah khas Toraja yang disebut Tongkonan dan deretan lumbung padi yang disebut Alang dapat disaksikan di perkampungan ini.
Bentuk tongkonan sama dengan alang hanya saja tongkonan bentuknya lebih besar. Rumah tongkonan mempunyai bentuk yang khas. Atapnya berbentuk seperti perahu dan pada bagian depan dan belakang terdapat tulak somba yang bebentuk seperti salib. Apabila dua tulak somba ini dipindahkan ke bubungan akan mengingatkan kita pada tiang topang yang digunakan dalam perahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar