Indonesia adalah bangsa dengan beragam adat istiadat, kebiasaan, budaya, bahasa dan beraneka ragam warisan nenek moyang. Suku Toraja adalah salah satu suku di Indonesia yang mewarisi berbagai kekayaan alam, budaya, dan salah satunya adalah tradisi lisan yang disebut Londe. Tradisi lisan ini terus berkembang turun temurun sehingga orang-orang Toraja terlatih mengungkapkan Londe secara spontan. Londe adalah pantun tradisional dari masyarakat Toraja yang digunakan untuk mengungkapkan pemikiran atau pandangan mengenai suatu hal maupun dalam memberikan nasihat kepada orang lain (J.B Lebang, 2003).
Dalam kehidupan masyarakat zaman dahulu kala, nenek moyang orang toraja sering mengungkapkan Londe yang diramu dalam bahasa sastra. Londe adalah gambaran atau metafora dari dunia sekitar dan pengalaman hidup sehari-hari. Namun sayangnya, lambat laun Londe mulai tergeser dengan derasnya arus modernisasi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Toraja saat ini. Generasi muda yang diharapkan mampu melestarikan warisan budaya atau tradisi nenek moyang, ternyata lebih “memilih” bahasa-bahasa gaul. Londe sepertinya menjadi hal asing dan kuno bagi generasi muda Toraja.
Melihat fenomena ini, kita perlu bersyukur masih ada sosok seperti Bapak Pdt J.B Lebang yang berkat kecintaan pada tradisi nenek moyangnya “bersedia” berbagi melalui buku “LONDE-LONDENA TORAYA”. Buku ini tidak hanya berisi Londe-Londe warisan nenek moyang yang diperolehnya sejak kecil, namun juga Londe-londe yang diciptakannya sendiri. Ayo belajar Londe dari Buku Londe-Londena Toraya karya Pdt J.B Lebang.
Syair Londe terdiri 4 (empat) baris. Baris pertama terdiri dari 8 (delapan) suku kata, baris kedua 7 (tujuh) suku kata, baris ketiga 5 (lima) suku kata, baris keempat 7 (tujuh) suku kata. Syarat ini memungkinkan Londe dilantunkan dengan intonasi tertentu. Syair Londe dapat juga digunakan untuk melagukan melode tradisional lainnya, seperti: Pa’marakka, Pa’sailo, Pa’anduru Dalle, dan lain-lain.
Dalam kehidupan masyarakat zaman dahulu kala, nenek moyang orang toraja sering mengungkapkan Londe yang diramu dalam bahasa sastra. Londe adalah gambaran atau metafora dari dunia sekitar dan pengalaman hidup sehari-hari. Namun sayangnya, lambat laun Londe mulai tergeser dengan derasnya arus modernisasi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Toraja saat ini. Generasi muda yang diharapkan mampu melestarikan warisan budaya atau tradisi nenek moyang, ternyata lebih “memilih” bahasa-bahasa gaul. Londe sepertinya menjadi hal asing dan kuno bagi generasi muda Toraja.
Melihat fenomena ini, kita perlu bersyukur masih ada sosok seperti Bapak Pdt J.B Lebang yang berkat kecintaan pada tradisi nenek moyangnya “bersedia” berbagi melalui buku “LONDE-LONDENA TORAYA”. Buku ini tidak hanya berisi Londe-Londe warisan nenek moyang yang diperolehnya sejak kecil, namun juga Londe-londe yang diciptakannya sendiri. Ayo belajar Londe dari Buku Londe-Londena Toraya karya Pdt J.B Lebang.
Syair Londe terdiri 4 (empat) baris. Baris pertama terdiri dari 8 (delapan) suku kata, baris kedua 7 (tujuh) suku kata, baris ketiga 5 (lima) suku kata, baris keempat 7 (tujuh) suku kata. Syarat ini memungkinkan Londe dilantunkan dengan intonasi tertentu. Syair Londe dapat juga digunakan untuk melagukan melode tradisional lainnya, seperti: Pa’marakka, Pa’sailo, Pa’anduru Dalle, dan lain-lain.
Kumpulan londe yang terkenal antara lain :
Bambana Londe : merupakan ‘pintu masuk’ yang menjelaskan apa sebenarnya Londe itu.
Contoh :
Nakuammo’ Tengkesanga
To bu’tu tang dikapang
Tundanko londe
Angga’ ka-Torayammu
Londe Tomangura : merupakan pantun muda-mudi, yang umumnya digunakan untuk mengungkapkan perasaan cinta kasih dan kekaguman.
Contoh :
Tibaen-baen rupammu
Dio randan matangku
Batang kalemu
Nalambi’ mamali’ku
Londe Tananan Depo’ sola Dadian Bati’ : memuat pantun mengenai kehidupan berkeluarga dan harapan bagi keturunannya.
Contoh :
Garagangki’ lembang sura’
Lopi dimaya-maya
Tu la tanii
Umpamisa inawa
Londe Dakaran Kande : merupakan pantun yang menggamparkan perjuangan dan falsafah hidup mengenai “kerja” yang menunjang kebutuhan hidup sehari-hari.
Contoh :
Melo sia tu sumalong
Anna ma’dokko-dokko
Pa mandu melo
Tu parruk pengkarangan
Londe Tomatua : memuat pantun yang biasa diucapkan oleh orang tua, terutama menyangkut harapannya terhadap generasi penerus.
Contoh :
Inang iamo kulambe
Tu la matua induk
Kulambi’ tongan
Kukurrean sumanga’
Londe Kasiulangan Lan Lepongan Tondok : merupakan pantun tentang kehidupan bermasyarakat dan pentingnya membina semangat persaudaraan.
Contoh :
Sangke’de’ sangtiangkaran
Ilan lepongan tondok
Tanda tasikna
Torroan marampa’ta
Londe Tende’na Lepongan Bulan : memuat pentun yang menggambarkan kekaguman dan sanjungan terhadap daerah Toraja yang dijuluki “Tondok Lepongan Bulan”
Contoh :
Tondokta tondok toraya
Gente’ Lepongan Bulan
Nabengan puang
Takurrean sumanga’
Londe Petundan Kaboro’ : merupakan pantun nasihat mengenai sikap dan cara hidup yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi semua.
Contoh :
Denka tau tang narandan
Sa’buran kamalingan
Unnanga’ mali’
To la peturo lalan
Londe Kapekalukan : pantun mengenai kehidupan beriman yang ditimba dari ayat-ayat Alkitab.
Contoh :
Contoh :
Apara sulona tengka
Bia’na katuoan
kadanNa puang
palita matontongan
(Mazmur 119:105)
Dari Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar