Kamis, 09 Desember 2010

Bonga Saleko Kendaraan Menuju Sorga Toraja


Dapat dibayangkan roh orang meninggal melakukan perjalanan mengendarai Tedong ke alam baka.Tedong kerbau yang dipercaya masih keturunan dewa tertinggi Toraja.Puang Matua demikian nama nenek moyang tedong.Ketika turun ke bumi menjumpai seekor kerbau,lalu kawin.Keturunan Puang Matua itu kini turun temurun sebagai binatang peliharaan,dan sangat dihormati sebagai kendaraan orang meninggal menuju alam baka. Keyakinan turun temurun ini dipelihara sampai sekarang sebagai warisan adat leluhur.Meskipun mayoritas masyarakat Toraja menganut agama Kristen Katolik dan Protestan.
Jumlah tedong yang dipelihara oleh seseorang merupakan status dan harta benda berharga yang dimiliki. Demakin status seseorang,semakin banyak tedong yang dikorbankan pada saat pemakaman.Seekor tedong memiliki harga tinggi tergantung dari panjang tanduk dan warna kulitnya.Menurut salah seorang warga setempat menginformasikan bahwa keturunan dewa Puang Matua ini memilki ciri yang berbeda satu sama lain.Dan harga serta kegunaanyapun berbeda.Tedong Bunga si kerbau hitam dengan totol putih,harganya dapat mencapai di atas Rp.5 jutaan. Tedong Sokka yang bulunya berwarna agak ungu,harganya mencapai sepertiga dari Tedong Bunga.Ada juga jenis tedong yang dikurbankan dan tabu untuk dimakan karena diyakini segabai dewa,yakni Tedong Bulan yang keseluruhan bulunya berwarga putih pirang. Ada kerbau yang dikhususkan untuk sarana upacakara pemakaman,Tedong Bulien namanya,dihargai di atas harga Tedong Bunga,kadang juga berlipat ganda.
Secara ekonomis,berapa biaya yang dihabiskan untuk upakara pemakaman di Tana Toraja ini. Menurut Tetua Adat setempat mengatakan,cukup mahal terutama bagi warga yang terpandang.Prosesi pemakaman menghabiskan waktu berharti-hari.Dari mulai penyembelihan tedong sampai dengan pemakaman. Banyak kerbau yang disembelih dengan parang atau lembing khusus untuk korban.Sebelum dibunuh tedong-tedong di hias dan diarak serta dibacakan Passomba Tedong,syair atau kidung yang dilantunkan bersama-sama untuk menghormati roh keturunan Puang Matua itu.Setelah sampai di tempat khusus yang disebut rante,dengan satu tusukanparang tedong itu mati eketika.Kerbau harus rebah kesisi kanan,kalau rebahnya ke sisi kiri dianggap alamat buruk bagi penduduk sekampung. Tubuh kerbau itu dipotong-potong sesuai keperluan,sedangkan kepalanya dibiarkan utuh, sebagian dijadikan sesaji bagi deasau atau roh yang diletakkan di atas daun pisang.Selebihnya untuk santap bersama,kecuali bagi anggota keluarga yang melakukan upakara pantang ikut memakannya.
Di samping tedong-tedong dikurbankan untuk upacara adat keagamaan,juga kesehariannya dipakai membantu para petani mengolah tanahnya.Para bangsawan Toraja dan orang kaya biasa memelihara banyak tedong.Untuk pemeliharaannya diserahkan kepada petani penyakap untuk membajak .Air susu tedong banyak digemari.Minuman ini tersedia di pasar-pasar sebagai minuman penghilang dahaga.Kendati mahal sudah menjadi kebiasaan dan ditengarai dapat menambah keperkasaan.
Di tangan trampil para seniman,tanduk dan belulang kerbau itu dijadikan bahan hiasan rumah tongkong dan hiasan lumbung untuk tolak bala,serta hiasan pakaian adat dearah. Banyak cinderamata yang terbuat dari kulit dan tanduk kerbau dihias dengan motif khusus sehingga sangat tepat sebagai kenang-kenangan bahwa seseorang pernah ke Toraja.
Matahari agak condong ke barat. Ketika itu arak-arakan bergerak dengan diawali tedong yang dihias seronok, melewati pematang sawah,menuju bukit kapur di hutan, bersama dengan jazad mereka yang telah meninggal sebelumnya..Sepintas ada kesamaan dengan "ngaben" di Pulau Dewata.
Di ketinggian bukit itu ,pintu kecil dibuka, dengan tangga bambu setinggi 28 meter sebagai tangga penghubung. Jenazah di usung ke atas dimasukkan ke pintu tadi. Kemudian pintu ditutup kembali,hanya bakul-bakul pakaian serta benda-benda lainnya digantung di luar. Dipercaya tedong telah mengantarkan roh orang meninggal ke puya (alam baka). Toraja sendiri bermakna perjalanan menuju alam baka.

Tidak ada komentar: