Minggu, 08 April 2012

SYAIR MEMBANGUNKAN MAYAT DI TORAJA


Ma’nene’ ialah upacara di sekitar kubur, dengan membersihkan liang kubur, memberikan persembahan kepada arwah leluhur, mengganti pakaian baru bagi jenazah apabila bungkusnya sudah tua, dan mengganti pakaian tau-tau yang sudah lapuk. Upacara ini dilaksnakan sesudah panen. Di beberapa daerah ritus itu merupakan kelengkapan dari ARS (Aluk Rambu Solo’) dan dilaksanakan sesudah panen berikutnya sesudah pemakaman. Sementara itu di beberapa daerah lainnya ritus ini tidak rutin artinya acara ini dilaksanakan menurut kesempatan entah setahun berikutnya atau beberapa tahun kemudian. Untuk beberapa daerah lainnya kesempatan ini dipergunakan untuk menyusulkan atau menambah korban persembahan bagi mereka yang telah dikubur. Di Pantilang upacara ini disebut “Ma’To’longgi”, atau “Ma’pundu”, Di Baruppu’ disebut “Ma’Nene”, Di Sa’dan disebut “Ma’Palin”.Berikut adalah Syair untuk mengundang arwah, yang diucapkan atau di lantunkan oleh Tominaa:

        Iate to mamma’ lan batu dilobang
To matindo lan kumila’ kalle-kallean
La kutundanpakomi susi to mamma’
La kuruyangpakomi ten to matindo
Kamumo te la kisassan kapuran pangan
Kamumo te la kiserekan passambako-bakoan
Anna bo’bo’ ditoding kuni’
Anna rido ditanda mariri’
Sia ma’bayu ka’pun
Bonde tang ketanda-tanda
Dadi limbongmokomi indete rampe matampu’
Tasikmokomi inde kabotoan kulla’
Ammi arru’i te pa’dunna bai
Ammi papassudi te tanda I’lanna to massali tallang
Anna mammi’ mipatobang di kollong do likaran biang
Anna marasa miparonno’ di baroko do sellukan tille
Kukua mangkamokomi ditandan allu’ lan kapuran pangan
Upu’mokomi ditandan pepasan lan pelamberan baulu
Tae’mokomi la salian rinding
Tang deganmokomi la leko’na minangan banua
Dadi la kumandemokomi massola nasang
Anggemmi tokiporara rarana
La tumimbu’na tokipolamba’ makaise’na
Angki kandei ra’dak barokomi te kami lolo kandauremi
Kipopamuntu tang ti’pekki massola nasang.

Terjemahan Bebas

Hai Engkai yang tidur dalam liang batu
Yang bersemayam dibalik tubir batu yang mengagumkan
Akan kubangunkan engkau layaknya orang tidur
Akan kuguncang engkau seperti yang lelap
Bagimulah kami menyiapkan sirih dan pinang
Untukmulah tembakau disajikan
Dan nasi bertanda kunyit
Dan rejeki berwarna kuning
Dan babi berbaju polos
Babi tak punya bintik
Berkumpullah engkau sebanyak-banyaknya di sebelah barat
Berhimpunlah tanpa batas di ufuk matahari terbenam
Hendaklah engkau menyantap empedu babi ini
Runcingkanlah bahagian dalamnya
Untuk mereka yang mencari kedamaian
Supaya lesat dijatuhkan ke leher di atas tempat persembahan dari gelagah
Supaya sedap melewati kerongkongan di atas anyaman pimping berisi persembahan
Seperti yang kukatakan bagimu, waktu telah kutetapkan
Untuk menerima persembahan kapur sirih
Telah menerima ketentuan saat meneriman lembaran daun sirih
Tak ada lagi kalian yang berada di luar dinding
Tak ada lagi dibalik birai-birai rumah
Jadi hendaklah engkau semuanya makan
Sekalian menglirkan darahnya kepada kami
Kalian yang darahnya mengalir dalam tubuh kami, santaplah
Supaya kami anak cucumu makan yang sisa
Supaya beranak cucu layaknya rumpun bambu
Merambak bagaikan rumpun aur.

Bagi masyarakat Baruppu’ upacara ma’nene’ merupakan upacara tahunan yang dilaksanakan sesudah panen. Ia merupakan upacara massal bagi seluruh keluarga Baruppu baik yang tinggal di kampung maupun yang berada di luar daerah. Oleh karena itu kesempatan ini dimanfaatkan pula sebagai sarana untuk mengadakan reuni keluarga, reuni masyarakat Baruppu’ terutama bagi perantau. Karena ma’nene’ adalah penghormatan bagi seluruh arwah yang jenazahnya berada di dalam liang batu di Baruppu’ sehingga upacara ini meliputi seluruh orang Baruppu’. Ketika diadakan pemakaman dulu, mungkin banyak keluarga yang tidak sempat hadir karena berada di luar daerah, maka pada kesempatan inilah mereka luangkan waktunya untuk menyatakan dukacitanya. Jenazah di baruppu’ tidak boleh disimpan lebih dari 5 malam untuk menunggu keluarga jauh. Pada upaca ma’nene’ itulah kesempatan para perantau atau keluarga untuk pulang kampung mengadakan reuni.
Bagi janda/duda baru (yang baru satu tahun dikuburkan) pada kesempatan inilah dilaksanakan aluk perpisahan dengan almarhum suami atau istrinya, artinya dalam satu tahun terakhir itu, mereka (suami/istri) masih merasa bersama-sama, walaupun dalam dunia nyata tidak seperti itu. Sebelum jenazah suami atau istri dimasukkan kembali ke dalam liang kubur, Tominaa mengucapkan ritus perpisahan antara almarhum dengan janda atau dudanya sebagai berikut :

La diannamoko tama batu dilobang
La sangtongkonanmoko topada tindo
Mintu’ nene’ tepo a’pa, tepo karua, daluk sangpula anna
La mendapo’moko napatudu lalan tepo a’pa’mu
Mupatudu lalanni te balimmu anna mendapo’
Manassamoko piak lindo masakke
La situlak-tulakmoko keallo kebongi
La mupatudu lalan lumbang rokko padang
La pakandean manuk la dedekan palungan
La rendenan tedong nang la iko napassarei
La mupatudu lalan tang sipaboringan kada
Dipapada lando dipasiboko’ rinding dipasisa’de minanga
La muoli’ lan patudu lalan
Kiolo dukako kerokkoan padang
Na kendek buranna padang
Na lambi’oi dipatamako kapuran pangan
Ma’pamasakke ma’pakianak
Ammu kianak sola nene’ todolomu
Angki kianak ma'kepak patomali



Sabtu, 07 April 2012

KONSEP TENTANG ILAHI, ALAM SEMESTA DAN MANUSIA

Menurut litani yang diucapkan pada upacara-upacara penyembahan kepada dewa terutama pada upacara-upacara besar. Pada mulanya alam semesta ini belum berbentuk, masih pejal dan gelap gulita. Belum ada Langit, matahari, bulan dan bintang. Belum ada daratan, gunung, lembah, sungai dan sawah, belum ada manusia, binatang dan tumbuhan, belum ada laut dan ikan. Langit langit dan bumi masih bertelangkup belum berpisah. Dari perkawinan langit dan bumi itu, lahirlah dewa tiga serangkai (Puang Titanan Tallu Samba’ Batu Lalikan artinya dewa yang bersama-sama membentuk segitiga seperti ketiga tungku). Tiga serangkai itu ialah Gauntikembong yang bersemayam di Langit, Pong Banggairante yang bersemayam di bumi, Pong Tulakpadang yang memilih tempat dibawah Bumi. Pada litani lain dikatakan bahwa pada mulanya ketika langit dan bumi masih bertelangkup Puang Matua menekan bumi ke bawah dan menolak langit ke atas sehingga terhamparlah bumi luas dan melengkunglah langit besar. Jadi para dewa berada di dalam kosmos dan lahir dari para kosmos, anak langit dan bumu (Anakna Langi’ na Anakna Lino). Setelah dunia terbentuk maka para dewa mendiami tiga aspek alam semesta. Kelompo Gaun Tikembong mendiami Langit, Pong Banggairante mendiami bumi dan Pong Tulakpadang mendiami bawah bumi. Pada langit tertinggi berdiamlah Puang Matua.
Sebagai dewa yang tertinggi, yang membentuk langit dan bumi, dan menjadikan segala isinya Puang Matua adalah dewa yang maha kuasa, maha kasih, yang memeliharakan dunia dengan segala isinya. Kita dapat membedakan dewa dengan alam semesta tetapi tidak dapat memisahkan secara nyata dan jelas. Dewa berada di dalam kosmos, lahir dari kosmos dan kembali berada di dalam kosmos. Kosmos melahirkan dewa tetapi kosmos itu sendiri dijadikan oleh Puang Matua. Dewa dan kosmos terjalin secara sintetis. Karena itu kehadiran ilahi dapat dialami dimana-mana, misalnya dalam hutan, dalam sungai, dalam makanan dalam rumah dan setrusnya. Dewa berada di hutan (Deata Pangala’ Tamman). Berada di gunung (Deata Sopai) berada di sungai (deata Salu Sa’dan). Pada besi (Deatanna Bassi). Pada makanan (Deatanna Bo’bo), di Sumur (Deata Bubun) dan seterusnya.
Kutipan litani dibawah ini melukiskan bagaimana awalnya dewa itu ada.
Apa ia tonna tiparandukna
Tonna ka’nan tipaotonna
Bendanpa ia lilli’na pirri’
Naluangpa ia pa’tang gana-gana
Tang tibungka’pa ia ba’ba masiang
Tang dikillangpa pentutuan lipu’
Tang sombopa barrean allo
Tang payanpa sampena bulan
Tang tiborri’pa tutunna lalan
Tang Tie’te’pa mata kalambunan
Tang didandanpa buntu madao
Tang dibato’pa tanete ma’dandan
Tang payanpa rante kalua’
Tang tiborri’na pangkalo’ puang
Pa’depa lolokna riu
Pa’depa bulunna padang
Pa’depa kakayuan
Tangkombongpa kapanggalaran
Pa’depa lepongan tondok
Tang tiborri’pa semberan matakali
Pa’depa torro tolino sola sanda rangka’na
Pa’depa kurrean manuk, pakandean bai
Apa dadiri ia Puang Matua lan silopakna langi’ na lino
Apa kombongri ia Tokaubanan lan Siamma’na batara tua anna lipu’na daenan
Anna sukku’ tampa rapa’na Tokaubanan
Natemme’i tu tana na gundanggi tu langi’
Tibungka’mi langi’ kalua’
Tiampanmi rante masangka’
Setelah membentuk langit dan bumi, Puang Matua membentuk Nenek Moyang Asal (NMA) dari alam semesta. Ditempahnya Nenek Moyang Asal (NMA) matahari, bulan, hujan, manusia, binatang, tumbuhan, besi, batu, sirih, ipuh, enau.
Pada mulanya NMA-NMA dari seluruh isi kosmos yang dibuat di langit itu tinggal di langit bersama Puang Matua. Mereka bergaul akrab di sana dibawah tuntunan aluk dan pemali. Puang Matua menetapkan bagi mereka tatatertib (aluk) untuk menjamin kelestarian alam semesta, mengajarkan mereka melakukan ritus-ritus persembahan kepada dewa-dewa dan leluhur. Sebagai mahkluk-mahkluk penghuni langit maka merekapun pada hakekatnya ilahi pula. Dalam percakapan dengan Puang Matua mereka memilih tempatnya dan fungsinya masing-masing.