Jumat, 28 Oktober 2011

"Toraja" Taman Surgawi

Toraja, sebuah kata yang indah dan sangat bersahabat di telinga siapapun yang mendengarnya. Seperti saat mendengar orang menyebut Bali. Dua daerah yang dari segi budaya dan adat istiadatnya hampir memiliki kesamaan. Demikian juga keindahan alamnya. Bedanya bahwa Bali lebih mengandalkan keindahan panorama laut sementara Toraja menawarkan keindahan panorama alamnya. Bali disebut-sebut 'pulau dewata', Toraja disebut sebagai 'tondok madeata' (paling tidak untuk saya sendiri, ckckckck…). Bali mengenal dewa-dewa, Toraja mengenal juga deata (dewa-dewa). Bali dan Toraja menjadi taman firdausnya Indonesia di mana wisatawan mancanegara dan domestik serasa dihipnotis untuk datang, melihat, dan merasakan indahnya negeri kayangan di bumi Indonesia.

Tetapi kini "Pulau dewata – Bali", semakin menunjukkan kepantasannya menyandang 'pujian' tersebut, dan Toraja sedang menuju alam baka dan perlahan ditinggalkan para wisatawan mancanegara dan domestik. Barangkali tepatlah kata anak-anak muda sekarang, "E,… malemo sau'". Kalau saya terjemahkan lurus-lurus ungkapan tersebut kira-kira sama dengan 'sudah sedang menuju ke alam baka'.
Kalau anda datang ke 'Pulau dewata – Bali', anda akan menjumpai patung para dewa dalam kemegahannya yang gagah, serasa sedang menghadirkan yang ilahi di tengah-tengah pulau dewata. Bahkan tidak tanggung-tanggung hotel-hotel berbintang dirancang sedemikian rupa untuk sungguh menghadirkan 'negeri para dewa' bagi anda, lengkap dengan bunyi gong berpadu dengan kesatuan alam yang tertata indah dan bersih. Bunga-bunga dan sesaji dipersembahkan oleh masyarakat bali untuk dewa-dewa mereka setiap hari serasa tidak pusing dengan modernitas yang sedang membanjiri negeri para dewa tersebut.
Tetapi 'negeri deata-negeri to madeata' Toraja telah dan sedang mengubur budaya dan tradisi leluhurnya. Bayangan "negeri kayangan" masih akan terasa saat sedang dalam perjalanan dari Endrekan ke arah Toraja, dengan pemandangan indah yang sungguh-sungguh mempesona. Panorama indah gunung nona di daerah Bamba Puang (Pintu Gerbang bertemu Tuhan atau tuan) seolah-olah sedang seperti sebuah pemanasan untuk masuk ke negeri kayangan yang sesungguhnya. Gunung nona yang sedang telanjang itu serasa sedang berkisah bahwa sesuatu yang lebih indah berada di balik sana, di negeri kayangan, Toraja. Ia seakan-akan berbicara dan mengundang siapa saja yang berhenti mengambil gambar untuk terus dan terus lagi bahwa sesuatu yang lebih indah akan anda jumpai di sana. Pemandangan indah itu seakan mengingatkan saja bahwa anda baru berada di gerbannya (Bamba).
Saat anda meneruskan perjalanan dengan harapa akan berjumpa dengan pemandangan yang lebih indah dari apa yang ada di gerbang (bamba), anda masih akan disambut dengan sebuah gerbang indah bertuliskan Selamat Datang di Toraja. Anda sekarang berada di daerah Salubarani, perbatasan Endrekang dengan Toraja, negeri kayangan yang sedang ada dalam bayangan anda. Di gerbang tersebut anda akan melihat sebuah rumah tongkonan di apit dengan empat patung sebuah keluarga yang sedang melambaikan tangan kepada anda dengan sejuta keramahan, persis di atas jalan raya yang anda lewati.
Rasa penasaran dalam diri anda semakin menggebu-gebu ingin segera melihat negeri kayangan itu, maka anda akan terpancing untuk menambah laju kendaraan kendati jalan dari Salubarani ke arah kota Makale berlekuk-lekuk, dengan tikungan yang tajam, tetapi jalan tersebut serasa tidak akan menghalangi anda untuk menekan gas kendaraan.

Anda pasti akan semakin penasaran karena bayangan negeri kayangan itu tidak nampak-nampak. Pemangdangan sekitar Mebali – Mengkendek tidak terlalu indah, rumah-rumah adat di jalan-jalan hampir tidak akan anda jumpai. Anda akan sedikit terhibur saat anda tiba di kilometer sembilan dari kota Makale, saat anda menyaksikan pemandangan indah daerah Randanan-Pangngulu-Marinding dengan gunung Kandora yang tampak indah menjulang tinggi bagai tangga ke surge (eran di langi').
Anda akan sedikit yakin dan tersadar bahwa sekarang anda sekarang sedang masuk ke daerah kayangan yang ada dalam bayangan anda.
Bila anda terus melaju, anda akan segera tiba di kota kecil Makale. Di kota kecil tersebut, anda akan disambut dengan pemandangan yang sedikit mengecewakan. Jalan-jalan masuk kota Makale sedikit macet dan tampak kumuh. Kendaraan-kendaraan diparkir seenaknya di kiri-kanan jalan. Setelah anda bersabar sedikit untuk lolos masuk ke pintu yang sempit kota Makale, anda akan disambut dengan patung raksasa Lakipadada yang tampak sedikit seram dan sangar. Sangat berbeda dengan patung para dewa di pulau dewata-Bali. Anda sekarang berada di "negeri deata – to madeata" Toraja. Patung raksasa Lakipadada di tengah kolam kota Makale sedang menyambut anda dengan wajah yang kaku dan keras; otot-ototnya yang kekar dan wajahnya tampak sangar dengan mulut yang sedikit terbuka seolah-olah ia sedang berteriak sambil memegang obor raksasa dengan pedang pusaka di pinggangnya. Sungguh menakutkan buat anda. Tetapi jangan anda terkejut. Konon patung itu adalah patung seorang Toraja yang tidak ingin mati kemudian mencari seorang mahaguru yang bisa mengajarinya ilmu tidak mati (hidup abadi) tetapi kemudian gagal mendapatkannya. Anda jangan terkejut melihat patung raksasa yang tampak tidak bersahabat tersebut. Barangkali ia sedang berteriak jengkel dan marah karena pulang tanpa hasil. Atau barangkali ia sedang menyambut anda dengan mimik jengkel layaknya seorang pembesar yang sedang marah dengan rakyatnya. Atau boleh jadi ia sedang menyambut anda dengan rasa malu ala pembesar karena anda akan pulang dengan kisah sedih dari negeri kayangan Toraja. Entahlah, silahkan lanjutkan perjalanan anda di negeri ini.
Kalau anda seorang pendatang baru dalam rangka melancong ke negeri kayangan Toraja, anda pasti lebih memilih untu terus berjalan ke utara, ke kota Rantepao di mana hotel-hotel bertebaran tak terhitung jumlahnya layaknya di pulau dewata Bali.
Tidak ada pemandangan indah antara Makale dan Rantepao. Tetapi saat anda meninggalkan kota Makale rasa penat yang sempat menerkam anda akan sedikit setelah menyaksikan alam negeri ini yang luas membentang kiri dan kanan jalan. Perjalanan anda akan sedikit terganggu dengan kondisi jalan poros Makale dengan Rantepao yang sedikit tidak terurus. Tetapi berjalan dan berjalanlah terus ke arah utara.
Mendekati kota Rantepao, lagi-lagi anda jangat terkejut karena anda tidak akan disambut dengan patung para dewa, atau to madeata, tetapi justur akan disambut dengan sebuah patung cantik kerbau belang yang sedang dipegang oleh seorang manusia pendek kecil (ne' pento') dan tampak seperti sedang berteriak kegirangan.
Lagi-lagi anda jangan terkejut melihat patung kerbau belang (saleko) tersebut. Anda memang sedang mengarah ke pasar hewan Pasar Bolu, di mana semua jenis kerbau, kecuali kerbau putih polos (tedong bulan) ditawarkan kepada siapa saja yang ingin membelinya. Atau jangan sampai anda sedang berpikir kalau anda akan sedang menuju kebun binatang. Tidak, anda sekarang sungguh-sungguh ada di negeri kayangan Toraja. Silahkan melanjutkan perjalanan anda.
Tinggal beberapa kilo saja anda akan berada di pusat kota Rantepao. Tetapi sekali lagi anda jangan terkejut menyaksikan kondisi kota yang kumuh dan tidak beraturan, sangat jauh dari apa yang anda lihat di Bali. Sekarang anda sedang berada di Toraja dan bukan Bali. Jangan anda bermimpi melihat kota Rantepao seperti Denpasar di Bali. Den duka pasa' (ada juga pasar) di Rantepao tetapi bukan seperti di Bali, tetapi pasa' tedong (pasar hewan kerbau) di Bolu. Hahaha, mari kita tertawa sejenak, karena anda pasti sudah lelah dan barangkali sedikit kecewa datang ke negeri kayangan Toraja.
Perjalanan anda belum berakhir. Toraja yang anda bayangkan tidak seluas Makale atau Rantepao saja. Silahkan anda ke hotel dan mintalah keterangan di sana tentang maksud kedatangan anda di negeri kayangan Toraja. Ada banyak hotel di kota Rantepao dan sekitarnya. Anda tinggal memilih sesuai dengan selera dan ketebalan dompet saja.
Kalau anda seorang tourist lokal dan tidak ingin ditemani oleh pemandu wisata hotel, anda bisa menyewa mobil sendiri lengkap dengan sopirnya, atau menyewa ojek juga lengkap dengan tukang ojeknya, atau hanya menyewa motor ojek saja. Kalau yang terakhir ini yang anda pilih, barangkali hati-hati saja. Boleh jadi anda mahir menggunakan kendaraan di jalan mulus tetapi tidak di jalan berbatu-batu. Karena hampir semua tempat wisata di daerah ini berada di daerah yang terpencil dengan kondisi jalan yang cukup parah. Belum lagi pengendara-pengendara roda dua dan roda empat termasuk roda enam dan juga roda tiga tidak terlalu disiplin dalam berlalu lintas.
Kalau anda ingin menyaksikan pemandangan alam yang indah, silahkan berjalan ke arah utara lewat kampung bernama Baranak – Tallunglipu dan terus ke Batutumonga. Saat kedatangan anda tepat waktu musim padi menguning, cost yang anda keluarkan boleh jadi cukup impas dengan apa yang anda lihat dan alami di negeri kayangan ini. Apalagi kalau anda cukup beruntung dan bisa mendapatkan pesta adat rambu tuka' dan rambu solo' yang kadang menelan biaya ratusan bahkan miliaran rupiah itu. Tetapi anda lagi-lagi jangan pulang dengan kesimpulan seperti itu. Sebagian terbesar juga pesta rambu tuka' dan rambu solo' yang dibuat dengan sangat sederhana.
Kalau anda ingin menikmati pemandangan indah dari atas puncak Batutumonga, jangan lupa membawa jaket karena udara di atas puncak itu cukup dingin untuk mereka yang datang dari kota. Jalan ke tempat tersebut cukup rusak parah. Tetapi dalam perjalanan tersebut mudah-mudahan anda bermenung sambil berkontemplasi karena anda akan segera menyaksikan pemandangan alam yang amat indah. Perjalanan yang melelahkan dengan kondisi jalan yang rusak akan memberi kenangan tersendiri bagi anda bahwa jalan menuju puncak selalu berbatu-batu dan tidak enak, tetapi setelah berada di atas anda akan segera lupa jalan berbatu-batu itu, karena anda sedang menyaksikan karya tangan Allah yang luar biasa. Di dekat Batutumoga indah itu ditawarkan sebuah tempat dimana anda akan bertanya dan bertanya terus tentang manusia Toraja. Lo'ko' Mata, sebuah batu besar yang dipahat untuk kemudian dijadikan makam atau kuburan. Lagi-lagi anda jangan terkejut saat mendengar bahwa untuk membuat lubang pada batu besar itu dibutuhkan waktu berbulan-bulan, tentunya dengan biaya yang mahal. Karena itu anda jangan membayangkan bahwa mereka yang dikuburkan di situ adalah orang sembarangan. Tetapi anda tidak perlu mencari di mana kuburan orang kecil, karena pasti tidak menjadi tempat tujuan wisata. Kecuali kalau turisnya adalah turis yang aneh.
Pemandangan indah yang lain ada di sebelah timur kota Rantepao. Nama tempatnya sudah sangat tidak asing lagi di telinga para pecandu kopi arabika Toraja asli, Bokin-Kare-Pantilang. Tetapi anda tidak perlu ke tempat ini karena tempat ini hanya dijangkau dengan kendaraan roda enam pada musim hujan. Itupun anda harus rela berdiri di atas trek, di antara barang-barang yang lain. Bersyukurlah kalau saat itu anda tidak sedang sial dan harus naik di atas trek yang sedang mengangkut babi atau barang-barang jualan para pedagang kampung. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kota Rantepao, tetapi waktu yang akan anda habiskan dalam perjalanan ke tempat ini hampir dua kali lipat dari waktu anda ke Batutumonga indah. Kalaupun anda punya planing ke tempat tersebut, barangkali ditunda saja sampai mendapatkan informasi bahwa jalan-jalan sudah bagus, karena konon katanya pemerinta akan mengusahakan perbaikan jalan ke sana. Daerah ini menyimpan harta karun yang terlupakan tetapi lagi-lagi anda akan pulang dengan badan yang ngilu karena peralanan yang melelahkan. Di tempat tersebut selain dengan pemandangan alamnya yang indah, rumah-rumah adat 'tongkona' dibangun dimana-mana, tetapi juga karena di tempat tersebut terdapat beberapa peristiwa tak terselami oleh pikiran manusia. Ada mummi, jenazah manusia yang tidak termakan zaman seperti jenazah santa Bernadeth di Eropa sana. Ada juga daging hewan dengan nasi yang membatu dan konon setiap waktu bertambah besar. Tetapi lagi-lagi anda tidak perlu ke tempat itu, kecuali kalau anda seorang petualang sejati dan penikmat benda-benda antik. Kecuali itu, kalau anda seorang penikmat sejarah di tempat inilah dibangun pertama kalinya rumah batu bagaikan istana raja oleh Belanda. "Istana kecil" yang dibuat oleh Parengnge' Rante (satu-satunya parengnge' perempuan yang dipercaya Belanda kala itu), saudara dari Puang Rante Kata (seorang parengnge' terkenal pada zamannya) sudah tidak terurus lagi. Tempatnya sangat terpencil dan jalan ke tempat itu sangat sulit. Anda jangan bertanya mengapa Belanda kala itu meminta Toparengge' di tempat tersebut membangun 'istana kecil' di tengah hutan. Tidak jauh dari tempat tersebut ada sebuah batu raksasa di pinggir kolam yang menurut cerita rakyat menjadi tempat masuknya seorang anak remaja yang dikejar oleh ibunya akibat kesalahan fatal yang telah dibuatnya. Batu itu sebesar rumah Toraja. Kalaupun anda nekat datang ke tempat tersebut, mohon anda menjaga sopan santun dalam hal berbicara. Anda jangan coba-coba takabur saat berada dekat kolam di dekat batu raksasa itu. Di daerah yang indah dengan harta karun yang terlupakan itu juga anda bisa mampir menikmati panorama wiata pertanian (agro wisata). Anda bisa mampir ke tempat pengolahan kopi Toraja arabika asli yang diolah secara tradisional; mulai dari penanaman (tanpa pupuk kimia), pemetikan, pengolahan di ruang penggorengan sampai pengepakan semuanya serba tradisional. Segelas kopi Toraja arabika tumbuk dari lereng pedamaran Bokin ini akan membuat anda mampu memahami mengapa pada abad-abad yang lalu terjadi apa yang dicatata dalam sejarah Toraja dengan catatan 'perang kopi di Toraja'. Anda tidak perlu mencari tahu mengapa perang itu terjadi karena akan terjawab sendiri saat anda menikmati kopi Toraja arabika asli dari daerah tersebut.
Perjalanan anda di negeri kayangan belum berakhir. Anda barangkali sudah lelah berjalan menyusuri jalan-jalan yang rusak dan berbatu-batu, lagi-lagi tidak seperti jalan-jalan di pulau dewata – Bali, dan aku sendiri rupanya sudah muali lelah juga menemani perjalanan anda. Tetapi aku harus menemani anda sampai meniggalkan negeri kayangan Toraja ini.
Kalau anda seorang pencinta benda-benda bersejarah dan tidak menyempatkan diri mengunjungi daerah Bokin-Karre-Pantilang yang menyimpan harta karun terlupakan itu, anda bisa berjalan-jalan ke daerah Ke'te' Kesu'. Tempat seperti ini biasanya menjadi tempat yang selalu dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara ataupun domestic. Karena itu jangan anda melewatkannya dalam catatan perjalanan anda di negeri kayangan Toraja ini. Anda jangan menghabiskan waktu mengagumi rumah-rumah Toraja dan lumbung-lumbung padi yang telah berusia sekitar seratusan tahun itu, karena anda bisa menjumpainya dalam perjalanan anda di kampung-kampung yang lain di negeri kayangan. Anda cukup mengagumi arsitekturnya saja karena rumah-rumah itu dibuat tanpa menggunakan satu biji paku atau baut. Kayu-kayu itu disambung dengan cara kait-mengait satu dengan yang lain. Atapnya rumah itu yang ditumbuhi dengan bunga-bunga dan angrek hutan sengaja dibiarkan tumbuh di atas. Anda jangan heran mengapa sang pemiliknya tidak mencabut rumput di atas atap rumah tersebut demi menambah keangkeran tongkonan tersebut. Di tempat itu, berjalanlah ke belakang untuk melihat bagaimana manusia Toraja pada zaman dahulu menyimpan dan menguburkan jenazah. Selain memahat batu seperti yang anda lihat di Lo'ko' Mata atau di tempat-tempat yang lain, manusia dari negeri kayangan ini juga menyimpan jenazah dalam peti kayu ulin yang tahan hujan dan panas terik alias tidak termakan zaman kemudian menggantungnya di tebing batu. Anda jangan terkejut kalau mendapat informasi dari orang-orang di sekitar tempat itu dan mengatakan kalau usia peti jenazah kayu yang digantung itu (erong) sudah berusia ratusan tahun. Anda harus percaya dan tidak perlu meragukannya. Anda juga tidak perlu bertanya mengapa kuburan gantung itu hanya beberapa saja. Karena mereka yang dikuburkan dalam peti kayu itu hanyalah orang-orang tertentu saja, yang dipesta dengan pesta paling meriah dalam beberapa hari bahkan minggu.
Anda baru mengunjungi beberapa sudut negeri kayangan ini. Di pelosok-pelosok desa masih ada puluhan tempat yang tidak mungkin anda kunjungi dalam kunjungan anda ke negeri kayangan Toraja ini. Tetapi baik kalau anda mengarahkan kemudi ke arah selatan dari Ke'te' Kesu' menuju daerah kelahiran Lakipadada yakni Sangalla'. Saat masuk dalam daerah ini, anda harus menjaga diri dengan baik dalah hal tutur kata dan bahasa karena anda sedang memasuki daera "Tallu lembangna" (tiga daerah kapuangan: negeri yang dipimpin seorang puang atau raja yakni Makale, Sangalla', dan Mengkendek). Saat anda masuk ke daerah tersebut, anda tidak perlu takut. Keamanan terjamin karena semua orang di daerah ini baik dan hormat pada tamu-tamu yang datang ke daerah mereka. Mereka punya prinsip, "Anda sopan kami pun segan, anda kurang ajar kami akan ajar".
Anda jangan terkejut saat masuk gerbang negeri ini dan mendengar kakek-kakek tua atau anak-anak kecil menyapa anda dalam bahasa Ingris atau Jerman. Mereka sudah terbiasa berjumpa dengan orang-orang asing yang datang ke tempat itu. Tapi sebelum masuk kota Sangalla', negeri kelahiran Puang Lakipadada yang diabadikan dengan patungnya raksasa Lakipadada di tengah kota Makale, sebaiknya anda menyempatkan jalan-jalan ke kambung sebelum negeri kelahiran Lakipadada. Sebuah kampung yang didaulat oleh dinas pariwisata Tana Toraja sebagai perkampungan wisata. Entah apa alasannya. Di kampung itu anda akan menyaksikan rumah-rumah adat Toraja yang menjamur dibangun di mana-mana. Barangkali karena itu dinas pariwisata mendaulatnya menjadi perkampungan wisata. Tetapi anda tidak perlu terlalu terpesona dengan bangunan-bangunan tua yang ada di tempat itu dan anda jangan menghabiskan waktu terlalu banyak untuk pemandangan indah dalam perjalanan sepanjang perkampungan wisata itu. Lebih baik anda mengarahkan langka anda ke sebuah tempat yang sangat bersejarah dalam sejarah Toraja. Di tempat itulah seorang genius dari daerah itu berhasil mengumpulkan semua orang-orang berpengaruh di setiap kampung di negeri ini untuk berkumpul dan mengadakan rapat raksasa sekaligus menyusun strategi perang untuk musuh yang mencoba memasuki negeri kayangan Toraja. Dari tempat itu jugalah diproklamirkan, atau setidak-tidaknya ditegaskan kembali oleh topadatindo (orang yang mimpinya sama pada malam yang sama, atau lebih tepat dikatakan orang-orang yang memiliki harapan atau dream yang sama untuk negeri kayangan Toraja ini) apa yang konon katanya pernah dicanangkan dan diimpikan oleh Puang Tamborolangi', yakni "Tondok Lepongan Bulan – Tana Matari'allo", yang diikat dalam semboyan perjuangan mereka "Misa' kada dipotuo – pantan kada dipomate". Tetapi anda harus rela jalan kaki sekitar satu setengah jam untuk sampai ke tempat bersejarah itu. Mohon anda tidak bertanya mengapa negeri lepongan bulan tana matari'allo sekarang telah terbagi dua? Katanya demi praktisnya pelayanan kepada rakyat di negeri kayangan Toraja ini. Tempat dimana para bijak dan para penguasa dari berbagai daerah di negeri ini berkumpul di Sarira adalah To' Sendana atau To' Pasa'. Disebut "To' Sendana" karena sewaktu terjadi perang melawan musuh semua rancangan dan strategi perang diatur dan disusun di tempat tersebut, termasuk hasil kombongan dengan semboyan di atas diproklamasikan atau ditegaskan sebagai sebuah komitmen bersama seluruh Toraja. Tidaka ada yang keberatan pada waktu itu maka ditanamlah sendana sebagai tanda kesepakatan bersama yang kemudian diikuti dengan namanya basse (kesepakatan bersama yang diikat dalam persembahan darah; tidak boleh ada yang melanggarnya).
Topadatindo ini kemudian pulang ke daerah masing-masing di seluruh negeri kayangan Toraja dan memberitahukan kepada warga apa yang mereka bicarakan dan putuskan bersama, termasuk memberitahukan warga rahasia taktik perang dari To' Sendana – Sarira. Dari tempat itu jugalah dipandu seluruh perintah terjun perang kepada semua warga di negeri kayagan Toraja saat sang pemimpin perang merasa sudah saatnya untuk perang. Tandanya hanya sebuah obor raksasa dinyalakan di tempat tersebut. Karena tempat itu berada di atas gunung Sarira yang tinggi maka saat obor raksasa sebagai tanda kode terjun ke medan perang dilihat oleh semua warga, maka tanpa menunggu perintah lain mereka langsung terjun dan menghabisi musu yang terlena karena tidak menyangka bahwa musuhnya datang bagaikan semut mengepung mereka tanpa melihat ada perintah dari siapapun. Sayang bahwa tempat itu sekarang terbengkalai dan tidak terurus.
Setelah sukses dalam perang, rasa syukur dinyatakan dan diungkapkan dengan mengambil persembahan menurut kebiasaan mereka pada zaman itu dan dari Sarira bertolak ke Pata'padang (pusar bumi) Manggape-Randanbatu. Anda tidak perlu bertanya mengapa tempat itu (Pata'padang) dianggap sebagai tempat syukuran besar-besaran dan mengapa dianggap sebagai pusatnya bumi.
Harap anda masih punya cukup energy untuk berjalan mengelilingi negeri kayangan Toraja ini. Sekarang anda berjalanlah ke arah selatan menuju negeri kelahiran Puang Lakipadada, seorang bangasawan yang tidak ingin mati itu. Anda belum tiba di daerah kelahiran Lakipadada. Daerah To' Sendana – Sarira tidak masuk dalam daerah kekuasaan Puang Sangalla' dari Tallu Lembangna. Anda terus ke selatan dan akan bertemu dengan daerah Sangalla', Suaya dan Kaera. Tetapi sebagian dari wisatawan lebih suka mengunjungi kuburan gantung di Suaya seperti yang ada di Ke'te' Kesu', dengan erong yang sudah berumur ratusan tahun tetapi sepertinya baru dibuat beberapa tahun lalu. Atau mengunjungi daerah Kambira', tempat yang sangat khas sebagai tempat menguburkan bayi-bayi dalam pohon yang masih hidup dan bertumbuh. Tidak semua daerah di negeri kayangan ini membuat kuburan bayi dalam pohon seperti di daerah Sangalla' dan sekitarnya. Di dalam pohon besar yang sedang bertumbuh layaknya pohon-pohon besar lainnya ditanam jenazah bayi-bayi tak berdosa saat meninggal dunia. Kalau anda bertanya, maka jawaban masyarakat di sekitar tempat itu hanya satu, mereka tetap hidup kendati sudah mati karenanya pohon hidup itu diminta untuk membiarkannya tetap hidup.
"Toraja, negeri yang indah", demikian kesan tamu-tamuku itu saat pamitan denganku. Sebuah kesan yang mengundang permenungan yang mendalam buatku. Sungguhkan Toraja ini sebagai sebuah negeri yang inda? Dan dimakah keindahanmu?
Toraja dengan kekayaan budaya dan keindahan alamnya yang sempat menghipnotis dunia tidak boleh tinggal kenangan di masa depan tetapi sungguh-sungguh menjadi negeri kayangan di jaman modern. Semuanya belum terlambat. Sisa-sisa keindahan dan kekayaan negeri ini masih sayup-sayup kelihatan. Inner beautynya masih tampak keluar kendati tidak seperti dulu saat inner beatynya menyatu dengan alam yang indah dan budayanya yang amat kaya. Sebagian besar tempat-tempat wisata masih bisa dibenahi. Keindahan kota yang menampilkan watak manusia ambradul masih bisa dipoles, alam yang mulai dirusak toh juga belum terlambat untuk dihentikan, dan seni budaya yang hampir hilang masih bisa dipupuk kembali. Semuanya hanya membutuhkan komitmen bersama, "Mari bermimpi bersama menghadirkan kembali negeri kayangan yang telah, sedang, dan akan berjalan ke alam baka".
Mimpi bersama semua masyarakat negeri ini di manapun berada untuk bekerja sama dengan pemerinta, bergandengan tangan bersama membangun negeri impian, Taman surgawi Toraja. Caranya tidak sulit dan sangat sederhana yakni membangun sebuah image sedang hidup di negeri kayangan layaknya orang-orang Bali membangun negeri para dewa di pulau dewata.
Setiap elemen daerah ini bertanggungjawab dalam tugas dan kapasitanya masing-masing. Pemerintah betanggunjawab dalam hal infrastruktur yang sekarang sangat memprihatinkan, keindahan kota yang sekarang sangat hancur, dan keamanan masyarakat dan semua wisatawan yang datang ke negeri ini. Sementara seluruh masyarakat bertanggung jawab mempercantik serta menciptakan suasana surgawi dalam kampung dan daerah masing-masing; keindahan rumah tongkonan, keramahan masyarakat kepada semua saja yang datang, dan kewajiban memelihara keindahan alam dan tempat-tempat wisata yang ada. Dan secara bersama-sama menggali dan menumbuhkan kembali seni budaya yang pernah ada di negeri Taman surgawi-negeri kayangan Toraja ini. Karena hanya dengan itu, kita boleh berkata kepada semua saja yang datang ke negeri ini, "Selamat datang di negeri kayangan – Taman surgawi Toraja. Semoga Anda pulang lebih bahagia daripada saat Anda datang ke negeri ini".
Sumber"